Dampak Sosial Wanita Bekerja


  Seiring revolusi industri yang menuntut mobilisasi kerja, sejak itulah ruang aktivitas wanita melebar. Dari yang tadinya berkutat di seputar domestik kemudian merambah wilayah publik. Pembagian kerja antara suami sebagai pencari nafkah dengan istri sebagai pengelola rumah tangga pun mulai ditinggalkan. Khususnya bagi kalangan wanita Eropa, mereka menuntut supaya diberi tempat dan kesempatan yang sama dengan kaum pria untuk berkiprah di berbagai sektor kehidupan.


  Tetapi, dalam realitas di lapangan diskriminasi upah dan perlakuan dari pemilik modal terhadap tenaga buruh wanita masih saja sering terjadi. Tak hanya itu, wanita acapkali diekploitasi untuk kepentingan promosi produk yang ditawarkan. Mereka dijadikan pajangan oleh makelar bisnis demi menarik minat para pembeli

.Selain itu, dengan berbaurnya wanita dan pria, terjadi peningkatan perselingkuhan maupun hubungan seks di luar nikah. Perzinaan merajalela. Institusi keluarga pun tak lagi dipandang sakral.

Pada sebagian wanita karir, karena sudah punya penghasilan ekonomi sendiri dan tidak begitu lagi tergantung dengan suaminya, lalu merasa berhak untuk tampil wah dan berfoya-foya di luar. Sementara, untuk urusan rumah tangga dan pengawasan anak-anak diserahkan kepada baby sitter. Hubungan keluarga pun tak lagi akrab. Hal ini tentu akan berpengaruh besar terhadap keharmonisan dan keutuhan rumah tangga. Sehingga, tak heran kalau setiap tahun, khususnya di kota-kota besar, terjadi peningkatan angka perceraian. Bahkan di negara-negara Barat, ada saja sebagian wanita karir di sana yang beranggapan bahwa lembaga perkawinan hanya akan mengungkung kebebasan mereka, sehingga kumpul kebo menjadi marak. Hubungan pria dan wanita ditandai sekadar kontak fisik, tidak ada ikatan batin. Keluarnya wanita dari rumah untuk bekerja, tak pelak telah menimbulkan berbagai perubahan dan implikasi sosial.
Ironisnya, fenomena ini tidak hanya berkembang di Eropah, tapi sudah mulai berjangkit di negara-negara Islam.
Fakta seputar pelecehan terhadap wanita bekerja inilah yang banyak disoroti oleh Dr. Muhammad Albar dalam bukunya bertajuk Wanita Karir Dalam Timbangan Islam (Kodrat, Kewanitaan, Emansipasi dan Pelecehan Seksual). Terutama dalam Bab VII, diangkat beberapa kasus tentang perlakuan jorok yang pernah dialami pekerja wanita di Barat, baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan.

“Pelecehan seksual dalam lapangan pekerjaan sangatlah luas sekali perkembangannya, sulit dipercaya dan dimengerti. Dari studi terhadap 2000 lembaga dan industri tampak jelas, bahwa daya tarik seksual (sex appeal) menjadi salah satu persyaratan mutlak yang terselubung untuk mendapatkan pekerjaan khususnya karyawati operator telepon, penerima tamu, sekretaris, dan tukang ketik. Sampai pada penerimaan pegawai Pemerintah Federal pun sudah menjadi ketetapan baku yang tidak diumumkan” (hal: 152).

Lalu, bagaimanakah Islam memandang tentang wanita yang bekerja diluar rumah?
Fondasi dasar seorang mukmin agar tidak terseret pada aktivitas amoral, tiada lain ialah keyakinan terhadap adanya Hari Pembalasan, juga takut kepada Allah SWT yang senantiasa mengawasi setiap gerak-gerik, baik yang tersembunyi maupun yang dilakukan secara terbuka.

Hukum Islam menyebutkan supaya seorang muslimah terhindar dari perbuatan keji hendaknya ia menundukkan pandangan, tidak mengeluarkan suara mendesah mendayu (bernada rayuan), serta menghindari bercampurnya dengan laki-laki. Wanita diperbolehkan keluar rumah untuk suatu kepentingan syar’i, itupun jangan sampai mempertontonkan perhiasan, mengenakan wewangian, dan tidak berlenggang-lenggok (dibuat-buat) saat berjalan atau berbicara. Sebab, hal itu dapat memancing reaksi yang tidak senonoh oleh kaum pria. Sebagaimana diisyaratkan Rasulullah dalam sebuah hadis bahwa tidak ada bencana yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.

Realitas membuktikan, bahwa korban pelecehan seksual itu pada umumnya adalah wanita yang berpakaian mini dan rada transparan. Jarang sekali seorang muslimah yang berbusana rapi dan tertutup aurat, menjadi sasaran pria usil dan iseng.

Bagi wanita sebaik-baiknya hijab setelah menutupi wajah dan tubuh adalah rumah. Kalau Islam mengharamkan bercampur-baurnya wanita dan pria, tujuannya tiada lain untuk menghindari fitnah.

“Tinggalnya wanita di dalam rumah diistilahkan Allah dengan sebutan qoror (tetap/stabil), ini sebutan yang mengandung makna sangat tinggi, karena mengandung arti ketentraman bagi jiwa, ketenangan bagi hati, dan kelapangan bagi dada serta menghindarkannya dari akibat-akibat yang tidak terpuji” (hal: 190).

Sebab, wanita yang berada di rumah lebih terjamin terpelihara kemurnian jiwanya ketimbang mereka yang banyak melakukan aktivitas di luar yang sarat dengan berbagai godaan. Wanita boleh-boleh saja berkiprah di ruang publik, Sepanjang ia tetap mampu memelihara kehormatan dan nama baik keluarganya.

Satu hal perlu dicatat, bahwa sebenarnya menjadi ibu rumah tangga pun tak kalah pentingnya daripada menjadi wanita karir. Karena melayani suami, mendidik anak secara konsens, bukanlah perkara mudah, perlu ditopang dengan keikhlasan. aliansyah jumbawuya

***
Judul : Wanita Karir dalam Timbangan Islam
Penulis : Dr. Muhammad Ali Albar
Penerjemah: Amir Hamzah Fachruddin
Penerbit : Pustaka Azzam
Tebal : xvi + 190 halaman
(Ingin bukunya diresensi? Silakan kontak no HP penulis: 085249344519. Terimakasih)