Fatwa Para Ulama Tentang "Haramnya Nasyid Islami"

Akhir-akhir telah berkembang dikalangan sebagian muslimin suatu jenis hiburan yang dikenal dengan “nasyid islami”, dan dianggap sebagai alternatif  pengganti lagu-lagu dan musik yang didendangkan oleh para biduan (para penyanyi-pen) dan biduanita.
Masing-masing dari “tim nasyid” tersebut menggunakan berbagai macam variasi dalam menampilkan nasyidnya, ada yang disertai rebana saja, yang kadang disertai dengan tepukan tangan atau alat-alat tertentu, lalu dinyanyikan oleh orang yang bersuara merdu atau secara berkelompok, ada pula yang meluas, dengan menggunakan semua alat musik yang digunakan oleh para pelantun lagu-lagu yang tidak senonoh, bahkan ada yang tidak ada perbedaan antara lagu-lagu tersebut dengan apa yang dinamakan “nasyid islami” kecuali sya’irnya saja. Adapun iramanya, musiknya dan lantunannya, tidak ada perbedaan.



Bila kita kembali melihat sejarah, kita tidak mengetahui dalam sejarah muslimin berdakwah dengan cara-cara seperti ini, kecuali dari kelompok shufiyyah yang dikenal gemar membuat bid’ah dan menganggap baik hal-hal yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, dan para sahabatnya y, sehingga sebagian ulama menghukumi mereka dengan zindiq.

Imam Syafi’i rahimahullah Ta’ala berkata:
“aku meninggalkan Irak dengan munculnya sesuatu yang disebut “at-taghbiir” yang dibuat oleh kaum zindiq, mereka memalingkan manusia dari Alqur’an”.
(diriwayatkan oleh Al-Khallal dalam “al-amru bil ma’ruf”:36. Abu Nu’aim dalam Al-hilyah (9/146), Al-Albani berkata: sanadnya shahih. Ibnul Qayyim menyebutkan dalam ighatsatul lahfaan (1/229), bahwa telah mutawatir penukilan dari Imam Syafi’i . Lihat :At-tahriim (163).
Imam Ahmad ditanya tentangnya ,beliau menjawab: itu adalah bid’ah. Lalu beliau ditanya: apakah kami duduk bersama mereka? Beliau menjawab, tidak.
(Majmu’ fatawa:11/569)
Abu Dawud berkata : itu tidak menakjubkan aku.
(Al-Insaf,Al-Mardawi:8/343).
At-taghbir adalah bait-bait sya’ir yang mengajak bersikap zuhud didunia, yang dilantunkan oleh seorang penyanyi. Lalu sebagian yang hadir memukulkan potongan ranting diatas hamparan tikar atau bantal, yang disesuaikan dengan lantunan lagunya tersebut. Dari sini, nampaklah bahwa apa yang disebut dengan istilah “nasyid islami” tidak lain dari bid’ah yang telah dimunculkan oleh kaum Shufi, lalu diberi polesan “islami” agar diterima oleh masyarakan yang tidak mengerti tentang hakekat bid’ah ini, seperti halnya kebatilan-kebatilan lain yang disandarkan kepada islam, “musik islami”, ”pacaran islami”, demokrasi islami”, ”demonstrasi islami”, atau embel-embel “islami” yang lainnya. Namun walhamdulillah, syari’at yag mulia ini telah mengajari kita untuk tidak memandang sesuatu hanya sekedar melihat namanya, namun yang terpenting adalah hakekat dari apa yang terkandung dibalik nama tersebut.
Maka, sebagai nasehat bagi kaum muslimin, kami sebutkan beberapa fatwa para ulama seputar hukum yang disebut dengan “nasyid islami”.

Fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Syeikhul islam ditanya :
“tentang sekelompok orang yang berkumpul untuk melakukan berbagai dosa besar seperti pembunuhan, perampokan, pencurian. minum khamr dan yang lainnya. Kemudian salah seorang diantara syekh yang dikenal memiliki kebaikan dan mengikuti sunnah ingin mencegah mereka dari hal tersebut. Dan tidak memungkinkan baginya melakukan itu kecuali dengan cara membuat untuk mereka sebuah sama’ (nasyid) yang mereka berkumpul padanya dengan niat ini,dengan menggunakan rebana tanpa alat gemerincing dan nyanyian seorang penyanyi dengan sya’ir-sya’ir yang diperbolehkan tanpa menggunakan seruling.Tatkala dilakukan cara ini, diantara kelompok tersebut ada yang bertaubat, dan orang yang sebelumnya tidak shalat, suka mencuri dan tidak berzakat, berhati-hati dari syubhat dan mengerjakan kewajiban, dan menjauhi perkara yang diharamkan. Maka dibolehkan apakah nasyid seperti ini yang dibuat syekh ini dengan cara tersebut, karena memberi dampak kemaslahatan? Dalam keadaan tidak memungkinkan mendakwahi mereka kecuali dengan cara ini?
Maka beliau menjawab dengan panjang lebar, dan diantara yang beliau katakan:
“sesungguhnya syekh tersebut ingin membuat kelompok yang hendak melakuka berbagai dosa besar itu bertaubat, dan tidak memungkinkan baginya hal itu kecuali dengan cara yang disebutkan berupa metode yang bid’ah, ini menunjukkan bahwa syekh tersebut jahil tentang metode-metode yang syar’i yang menyebabkan para pelaku maksiat bertaubat, atau tidak mampu melakukannya. Karena sesungguhnya Rasul Shallallohu ‘alaihi wasallam, para shahabat, dan tabi’in mereka mendakwahi orang yang lebih buruk dari mereka yang disebutkan ini, dari kalangan orang-orang kafir, fasiq dan pelaku maksiat dengan cara-cara yang syar’i, yang telah Allah Subhaanahu wata’ala, memberikan kecukupan kepada mereka dengan cara itu dari berbagai cara-cara bid’ah. Dan tidak boleh dikatakan: bahwa tidak terdapat cara-cara yang syar’i yang Allah Subhaanahu watala’a, mengutus Nabi-nya dengannya yang dapat menjadikan para pelaku maksiat bertaubat, sebab telah diketahui secara pasti dan penukilan yang mutawatir bahwa telah bertaubat dari kekafiran, kefasikan, kemaksiatan, orang-orang yang tidak ada yang mampu menghitung jumlahnya kecuali Allah Azzawajalla, dengan cara-cara yang syar’i, yang tidak disebutkan padanya seperti apa yang dilakukan dari berkumpul dengan cara bid’ah, bahkan orang-orang terdahulu dari kalangan muhajirin dan anshar dan yang mengikuti mereka dengan kebaikan –dan mereka adalah para wali Allah yang bertaqwa dari kalangan umat ini- telah bertaubat kepada Allah Subhaanahu wata’ala, dengan cara-cara yang syar’i.
(majmu’ fatawa:11:624-625)


Fatwa Al-Imam Al-Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Beliau menyebutkan dalam kitabnya “tahriim alaat at-tharb”, hal: 181, setelah menyebutkan tentang hukum nyanyian dan musik,lalu beliau berkata:
“masih tersisa bagiku kalimat terakhir yang dengannya aku menutup risalah yang bermanfaat ini –insya Allah Azzawajalla-, yaitu septar apa yang mereka sebut dengan istilah “nasyid islami atau nasyid agama”. Mak a aku mengatakan:bahwa telah jelas pada pasal ketujuh tentang sya’ir-sya’ir yang boleh didendangkan dan yang tidak diperbolehkan, sebagaimana pula telah jelas sebelumnya tentang haramnya alat-alat musik seluruhnya, kecuali duf (rebana/gendang yang terbuka bagian bawahnya) pada hari raya dan pesta pernikahan untuk para wanita, dan dari pasal terakhir ini kami jelaskan bahwa tidak boleh mendekatkan diri kepada Allah Subhaanahu wata’ala, kecuali dengan apa yang disyariatkan Allah Azzawajalla, apalagi mendekatkan diri kepada-Nya dengan sesuatu yang diharamkan?, dan karena itulah para ulama mengharamkan nyanyian kaum shufiyyah, dan sangat keras pengingkaran mereka terhadap orang-orang yang menganggapnya halal, Apabila seorang pembaca menghadirkan dalam benaknya prinsip-prinsip yang kokoh ini, maka akan jelas baginya dengan sejelas-jelasnya bahwa tidak ada perbedaan dari sisi hukum antara nyanyian kaum shufiyyah dengan nasyid islami.
Bahkan pada nasyid islami terdapat hal negatif lainnya, yaitu terkadang nasyid tersebut didendangkan seperti lantunan nyanyian-nyanyian yang tidak punya rasa malu, dan dietakkan berdasarkan peraturan-peraturan musik ala timur atau ala barat yang membuat girang para pendengarnya dan membuat mereka berjoget, serta mengeluarkan mereka dari kesadaran mereka, sehingga yag menjadi tujuan utamanya adalah lantunan dan kegembiraan, dan bukan hanya sekedar nasyid. Maka ini adalah bentuk penyelisihan yang baru, yaitu tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak punya rasa malu. Dan dapat menghasilkan penyelisihan lain dibelakang hal tersebut, yaitu tasyabbuh dengan mereka dalam hal berpaling dari al-qur’an dan meninggalkannya.Sehingga mereka termasuk kedalam keumuman sesuatu yang dikeuluhkan oleh Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam dari kaummya, sebagaimana yang terdapat dalam firman-Nya Subhaanahu wata’ala :
يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوراً
Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur’an itu sesuatu yang tidak diacuhkan”. (QS.Al-furqan:30)
Sesungguhnya aku benar-benar mengingat bahwa tatkala aku berada di Damaskus–dua tahun sebelum aku berhijrah ke sini (Oman)- bahwa sebagian pemuda muslim mulai bernyanyi dengan nasyid yang maknanya masih selamat (dari penyimpangan), dengan tujuan untuk menyaingi nyanyian kaum shufiyyah seperti qasidah Al-Buwaishiri dan yang lainnya, dan nasyid tersebut terekam dikaset. Lalu tidak berapa lama kemudian nasyid tersebut sudah dibarengi dengan pukulan rebana, kemudian pada awal mulanya mereka menggunakannya pada acara-acara pesta pernikahan,dengan alasan bahwa menggunakan rebana pada acara tersebut boleh, kemudian kaset tersebut menyebar dan dicopi menjadi beberapa kaset salinan, dan tersebarlah penggunaannya disekian banyak rumah, dan merekapun menyimaknya siang malam, apakah dalam sebuah acara tertentu ataupun tidak, dan hal tersebut menjadi hiburan mereka, dan tidak hal tersebut terjadi melainkan karena hawa nafsu yang mendominasi, dan kebodohan terhadap tipu daya setan,maka itu memalingkan mereka dari perhatian terhadap alqur’an dan mendengarnya, apalagi mempelajarinya, sehingga al-qur’an pun menjadi sesuatu yang ditinggalkan sebagaimana yang disebut dalam ayat yang mulia tersebut. Berkata Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya (3/317):
“Allah Azzawajalla berfirman dengan mengabarkan tentang Rasul-Nya dan Nabi-Nya Muhammad Shallallohu ‘alaihi wasallam, bahwa ia berkata: (QS.Al-furqan:30), yang demikian itu karena orang-orang musyrik tidak mau mendengar al-qur’an dan menyimaknya, sebagaimana firman Allah Azzawajalla:
وَقَيَّضْنَا لَهُمْ قُرَنَاء فَزَيَّنُوا لَهُم مَّا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَحَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِم مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ إِنَّهُمْ كَانُوا خَاسِرِينَ
25. Dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka memandang bagus apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka dan tetaplah atas mereka keputusan azab pada umat-umat yang terdahulu sebelum mereka dari jinn dan manusia, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang rugi
(QS.Fushshilat:25)
Adalah mereka jika dibacakan kepada mereka al-qur’an maka mereka ribut dan memperbanyak percakapan pada perkara yang lain, sehingga mereka tidak mendengarnya, maka ini termasuk meninggalkannya, dan meninggalkan beriman dengannya, dan meninggalkan pembenaran terhadapnya termasuk mengabaikan al-qur’an, dan meninggalkan mentadabburi dan memahaminya termasuk mengabaikannya, dan meninggalkan beramal dengannya, melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya, adalah termasuk mengabaikannya, dan berpaling darinya menuju kepada selainnya dari sya’ir, atau perkataan, atau nyanyian, atau yang melalaikan, atau sebuah ucapan, atau satu metode yang diambil dari selain –nya termasuk mengabaikannya. Maka kami memohon kepada Allah yang maha Mulia, yang maha pemberi anugerah, maha kuasa atas segala apa yang Dia inginkan, agar menghindarkan kita dari kemurkaan-Nya, dan mengantarkan kita menuju apa yang diridhaiNya dari menghafal kitab-Nya dan memahaminya, dan menegakkan kandungannya, baik dimalam hari maupun disiang hari, dengan cara yang dicintai-Nya dan diridhai-Nya, sesungguhnya Dia Maha mulia dan Maha Pemberi”.
(tahriim alaat at-tharb:181-182).


Fatwa syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin
Beliau –rahimahullah – ditanya:” aku pernah mendengar sebagian nasyid islami dan padanya terdapat lantunan-lantunan yang menyerupai nyanyian, namun tanpa musik dan dengan suara yang indah. Maka apakah hukumnya? Sebagai pengetahuan bahwa ada sebagian ikhwan tidak senang dengannya dan mengatakan: bahwa itu termasuk amalan kaum shufiyyah? Aku berharap dari syekh yang mulia untuk memberi jawaban!
Maka beliau menjawab setelah mengucapkan hamdalah dan shalawat kepada Rasul Shallallohu ‘alaihi wasallam:
“Nasyid-nasyid yang ditanyakan oleh penanya ini yang dinamakan dengan nasyid islami, terdapat padanya sebagian perkara terlarang Diantaranya bahwa nasyid tersebut dinyanyikan seperti nyanyian para biduan, yang bernyanyi dengan nyanyian-nyanyian tidak senonoh, dan diantara hal yang terlarang bahwa itu dilantunkan dengan suara yang indah dan merdu. Dan juga diantaranya terkadang dibarengi dengan tepuk tangan, atau memukul piring dan yang semisalnya. Dan yang disebut pada pertanyaan yang tidak ada tepukan tangan dan tidak ada pukulan piring atau yang semisalnya, namun sipenyanya berkata bahwa ia dilantunkan seperti nyanyian yang tidak senonoh, dan dengan suara yang indah dan merdu. Maka kami berpandangan agar tidak didengarkan nasyid seperti ini, sebab dapat menimbulkan fitnah dan menyerupai lantunan nyanyian para biduan yang tidak punya rasa malu. Dan yang lebih baik dari itu, seseorang mendengarkan nasehat-nasehat yang bermanfaat, yang diambil dari kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya Shallallohu ‘alaihi wasallam, dan perkataan para sahabat dan para imam dari kalangan para ahli ilmu dan agama, karena padanya sudah terdapat kecukupan dan kepuasan dari yang lainnya. Seseorang jika terbiasa tdak mengambil sesuatu sebagai nasehat kecuali dengan cara tertentu , seperti lantunan nyanyian, maka hal itu menyebabkan dia tidak dapat mengambil manfaat dengan nasehat-nasehat yang lain. Sebab jiwanya telah terbiasa tidak mengambilnya kecuali nasehat dengan cara ini, dan ini sangat berbahaya, dapat menyebabkan seseorang bersikap zuhud terhadap nasehat alqur’an yang mulia dan sunnah nabi, serta perkataan para ulama dan para imam.”
(diterjemahkan dari kaset: nur ‘alad darb,kaset no:258,bagian kedua)


Fatwa Al-Allamah Hamud bin Abdillah At-Tuwaijari
“Sesungguhnya sebagian nasyid-nasyid yang yang banyak dilakukan oleh para pelajar diberbagai acara dan ditempat-tempat musim panas, dan mereka menamakannya dengan “nasyid-nasyid islami”, bukan dari islam, sebab telah dicampuri dengan nyanyian, lantunan naik turun, dan membuat girang yang membangkitkan para pelantun nasyid dan pendengarnya, dan mendorong mereka untuk bergoyang dan memalingkan mereka dari dzikrullah ,bacaan al-qur’an, mentadabburi ayat-ayatnya, dan mengingat apa-apa yang disebut padanya berupa janji, ancaman, berita para nabi dan umat-umat mereka,dan yang lainnya dari hal-hal yang bermanfaat bagi siapa yang mentadabburinya dengan sebenar-benar tadabbur, dan mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya, dan menjauhi apa yang disebutkan didalamnya dari larangan-larangan dan dia menghendaki dari ilmu dan amalannya wajah Allah Subhaanahu wata’ala.
(kitab: “iqamatud dalil ‘alal man’i minal anasyid al-mulahhanah wat-tamtsiil:6.dari situs sahab.net)
Barangsiapa yang mengqiyaskan nasyid-nasyid yang dilantunkan dengan lantunan nyanyian, dengan sya’ir-sya’ir para sahabat Radiyallohu ‘anhu, tatkala mereka membangun masjid nabawi, dan tatkala mereka menggali parit khandaq, atau mengqiyaskan dengan sya’ir perjalanan yang biasa diucapkan para sahabat untuk memberi semangat kepada untanya diwaktu safar, maka ini adalah qiyas yang batil. Sebab para sahabat radiyallohu anhum mereka tidak pernah bernyanyi dengan sya’ir-sya’ir tersebut dan menggunakan lantunan-lantunan yang membuat girang yang membangkitkan para pelantun nasyid dan pendengarnya, seperti yang dilakukan oleh sebagian pelajar diberbagai acara dan tempat-tempat musim panas.
Namun para sahabat radiyallohu anhum mereka hanya mencukupkan dalam melantunkan sya’ir-sya’ir tersebut dengan mengangkat suara, dan tidak disebutkan bahwa mereka berkumpul untuk melantunkan nasyid dengan satu suara seperti yang dilakukan para pelajar dizaman kita. kebaikan semua kebaikan dengan mengikuti apa yang telah ditinggalkan oleh Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam dan para sahabatny, dan kejahatan semua kejahatan dengan menyelisihi mereka, lalu mengambil perkara-perkara baru yang bukan dari bimbingan mereka ,dan tidak dikenal pada zaman mereka.

Namun itu berasal dari bid’ah kaum shufiyyah yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan melalaikan. Telah disebutkan dari mereka bahwa mereka berkumpul untuk melantunkan nasyid yang dilantunkan dengan lantunan nyanyian dalam berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam menjunjung Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, dan mereka berkumpul untuk melakukan hal itu dan mereka menamakannya dengan dzikir, namun pada hakekatnya merupakan olok-olokan terhadap Allah dan dzikir-Nya. Dan siapa yang kaum shufi yang sesat menjadi pendahulu dan panutan mereka, maka itu adalah seburuk-buruk yang telah mereka pilih untuk diri-diri mereka.” (hal:7-8)
Dan beliau juga berkata: “sesungguhnya penamaan nasyid-nasyid yang dilantunkan dengan lantunan nyanyian dengan nama “nasyid islami”, menyebabkan timbulnya perkara-perkara jelek dan berbahaya:
- Diantaranya adalah: menjadikan bid’ah ini termasuk diantara perkara islam dan penyempurnanya, dan ini mengandung unsur tambahan terhadap syari’at islam, dan mengandung pernyataan bahwa syari’at islam belum sempurna di zaman Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam.
- Bertentangan dengan firman Allah Azzawajalla :
(اليوم أكملت لكم دينكم)
(QS.Almaidah:3)
Maka ayat yang mulia ini merupakan nash yang menunjukkan kesempurnaan agama bagi umat ini, maka pernyataan bahwa nasyid yang berlirik (lagu) tersebut sebagai islami mengandung unsur penentangan terhadap nash ini, dengan menyandarkan nasyid-nasyid yang bukan dari agama islam kepada islam dan menjadikannya bagian darinya.
- Menisbahkan kepada Rasul Shallallohu ‘alaihi wasallam kekurangan dalam menyampaikan dan menjelaskan kepada umatnya, dimana beliau tidak menganjurkan mereka melantunkan nasyid secara berjama’ah dengan lirik lagu dan mengabarkan kepada mereka bahwa itu adalah nasyid islami.
- Menisbahkan kepada Rasul Shallallohu ‘alaihi wasallam, dan para sahabatnya Radiyallohu ‘anhu dengan menelantarkan salah satu perkara islam dan tidak mengamalkannya.
- Menganggap baik bid’ah nasyid yang dilantunkan dengan lantunan nyanyian, dan memasukkan kedalam perkara islam. Telah disebutkan oleh Asy-Syathibi dalam “Al-i’tisham” apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Habib dari Ibnul Majisyun berkata: aku mendengar Malik (bin Anas) berkata: barangsiapa berbuat bid’ah didalam islam dan ia menganggapnya baik,maka sungguh sia telah menganggap bahwa Muhammad Shallallohu ‘alaihi wasallam telah mengkhianati risalah, sebab Allah berfirman:
(اليوم أكملت لكم دينكم)
“maka apa yang pada masa itu tidak menjadi agama, maka pada hari inipun tidak menjadi agama.” (hal:11).


Fatwa Syekh Soleh Al-Fauzan
Syekh Soleh Al-Fauzan menyebutkan dalam kitabnya “al-khuthab alminbariyyah” (3/184-185):
“Diantara yang perlu menjadi perhatian: apa yang banyak beredar diantara para pemuda yang semangat menjalankan agama berupa kaset-kaset yang terekam padanya nasyid-nasyid, dengan suara berjama’ah yang mereka namakan “nasyid islami”, dan ini salah satu jenis nyanyian, dan terkadang dengan suara yang menimbulkan fitnah, dan dijual dibeberapa toko perekaman bersama dengan kaset rekaman al-qur’an al-karim, dan ceramah-ceramah Agama. Dan penamaan nasyid-nasyid ini dengan “nasyid islami” ini adalah pemberian nama yang keliru. Sebab Islam tidak pernah mensyari’atkan kepada kita nasyid, Islam hanya mensyari’atkan kepada kita berdzikir kepada Allah, membaca alqur’an, dan mempelajari ilmu yang bermanfaat. Adapun nasyid-nasyid tersebut, maka itu berasal dari agama kelompok bid’ah shufiyyah, yang menjadikan agama mereka permainan dan hal yang melalaikan. Menjadikan nasyid sebagai agama adalah menyerupai kaum nashara, yang menjadikan agama mereka bernyanyi sejara berjama’ah dan lantunan yang membuat orang bergoyang. Maka wajib berhati-hati dari nasyid-nasyid ini, dan melarang menjual dan mengedarkannya. Disebabkan karena apa yang terkandung dari nasyid ini yang menimbulkan fitnah dan semangat yang tidak terkontrol, dan mengadu domba dikalangan kaum muslimin.”
(As’ilah al-manahij al-jadidah, Jamal bin Furaihan Al-Haritsi: 20-21)
Perbedaan antara apa yang dinamakan dengan “nasyid islami” dengan dendangan sya’ir para sahabat Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam
- Mereka mendendangkan sya’ir-sya’ir mereka diwaktu-waktu tertentu, seperti ketika safar (yang disebut dengan “hida’”), dengan tujuan mengusir rasa kantuk, atau tatkala melakukan satu pekerjaan yang cukup berat seperti membangun rumah ,parit, dan yang semisalnya (yang disebut rajz), sedangkan “nasyid islami” menjadi hiburan disetiap waktu, dengan alasan sebagai alternatif pengganti lagu-lagu cabul dan tidak punya rasa malu.
- berkata Sa’ib bin Al-Musayyab:
إني لأبغض الغناء وأحب الرجز
“sesungguhnya aku membenci nyanyian dan menyukai rajz”
(HR.Abdur razzaq dalam al-mushannaf:11/19743. Dishahihkan Al-Albani dalam at-tahriim:279)
- Apa yang mereka lantunkan dari sya’ir-sya’ir tersebut disebut dengan nasyid kaum Arab, dan bukan nasyid islami.
- Tujuan mereka melantunkan bait-bait syair tersebut adalah untuk meringankan beban yang sedang mereka alami, dari keletihan diwaktu safar, atau sedang bekerja keras. Sedangkan “nasyid islami” dibuat dengan tujuan “sarana dakwah”, agar orang yang mendengarnya menjadi sadar dari perbuatan maksiat yang dia lakukan, sebagaimana yang telah lalu dari fatwa syeikhul islam Ibnu Taimiyyah, atau dengan alasan sebagai alternatif pengganti lagu-lagu cabul.
- Lantunan syair mereka tidak menyebabkan bergoyang dan melenggak-lenggokkan badan, berbeda dengan yyang disebut “nasyid islami”.
- Lantunan syair-syair mereka tidak dibarengi dengan alat musik, sedangkan apa yang disebut “nasyid islami” mayoritasnya disertai dengan alat musik’
- Lantunan sya’ir mereka tidak disertai dengan intonasi do-re-mi seperti halnya nyanyian, berbeda dengan yang disebut nasyid islami yang menggunakan intonasi nyanyian, dengan lirik yang sama seperti nyanyian secara umum, bahkan diantara nasyid tersebut ada yang tidak memiliki perbedaan sama sekali dengan lagu-lagu cabul kecuali gubahannya saja. Adapun liriknya, lantunannya persis dan tidak berbeda.
- Mereka melantunkan syair-syair tersebut secara individu, bukan berjama’ah, tidak seperti apa yang dinamakan oleh mereka dengan “nasyid islami”.
(lihat kitab:al bayan li akhthaa’ ba’dhil kuttab, Syekh Saleh Fauzan :341, kitab _at-tahriim, Al-Albani:279).
Semoga Allah Azzawajalla, senantiasa membimbing kita untuk mengenal al-haq dan mengikutinya, dan memperlihatkan kepada kita kebatilan agar kita dapat menjauhkan diri darinya.
Balikpapan, Ma’had Ibnul Qoyyim 23 Safar 14329 H.
SUMBER : http://www.salafybpp.com/index.php?option=com_content&view=article&id=88:nasyid-disebut-nyanyian-islami-bolekah-di-dalam-islam-&catid=25:fataawa&Itemid=53
* * *

Fatwa Para Ulama Tentang Nasyid

Berikut adalah kumpulan fatawa para ulama islam dan kaum muslimin mengenai haramnya nasyid, mengingat kesesatan yang satu ini sangat tersebar luas dan telah memakan banyak korban dari kalangan masyarakat kaum muslimin yang awam, bahkan yang dianggap ‘lebih berkecimpung’ dalam dunia islam, baik melalui jalur politik maupun hiburan, wallahul musta’an.
Berikut nama para ulama yang kami bawakan fatwanya:
FATWA ASY-SYAIKH AL-’ALLAMAH
MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL-ALBANY

Berkata Asy-Syaikh dalam kitabnya ‘Haramnya Alat-Alat Musik’ :
Fatwa beliau tentang Anasyid Islamiyah :
Telah jelas pada fasal tiga yang lalu apa-apa yang boleh dilagukan (dibaguskan suara) pada syi’ir dan yang tidak boleh. Sebagaimana telah jelas sebelumnya haramnya alat-alat musik semuanya kecuali duf pada hari ‘id dan walimah untuk wanita saja.
Dan pada fasal yang terakhir ini (di jelaskan –pent.) bahwasanya tidak boleh bertaqarrub kepada Allah kecuali sesuai dengan syari’at Allah. Maka bagaimana boleh bertaqarrub kepadaNya dengan apa-apa yang di haramkan ?, oleh karena itu, para ulama mengharamkan ghina Shufiyyah.
Dan lebih diingkari lagi adalah orang-orang yang menghalalkannya, maka apabila pembaca menghadirkan dalam pikiran usul-usul yang kuat ini (tidak bertaqarrub kepada Allah kecuali sesuai dengan syari’at Allah) jika baginya dengan sejelas-jelasnya bahwasanya tidak ada perbedaan dari segi hukum antara lagu-lagu (ghina) Shufiyah dan nasyid-nasyid Ad-Diniyah (menurut sangkaan mereka –pent.).
Bahkan kadang pada nasyid-nasyid ini ada bahayanya/penyakit lain, yaitu nasyid-nasyid ini kadang dilagukan (lirik-lirik nadanya seperti lirik-lirik nada lagu-lagunya orang gila) dan mengeraskan dengan cara-cara musik Barat dan orang-orang Barat yang mempesona para pendengar dan menjadikan mereka menari-nari dan mengeluarkan mereka dari kondisi mereka (yang sebenarnya –pent.). Maka yang menjadi tyjuan adalah lagu-lagu dan musik bukan nasyid itu sendiri dan ini jelas merupakan penyelisihan yang baru yaitu tasyabbuh dengan orang-orang kuffar dan orang-orang pelawak.
Dan di balik itu timbul lagi penyelisihan yang lain (… syariat -pent) yaitu menyerupai mereka, dalam keberpalingan mereka dari Al-Qur’an dan jauhnya atau hijrahnya mereka dari Al-Qur’an maka masuklah mereka ke dalam keumuman pengaduan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dari kaumnya. Sebagaimana firman Allah, “Berkatalah Rasul “Ya Rabbku sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ini suatu yang tidak diacuhkan”. (QS. Al-Furqan : 30).
Dan saya mengingat sekali ketika saya di Damaskus dua tahun sebelum pindahnya saya ke sini (Oman) bahwasanya sebahagian pemuda muslim mulai menyenandungkan sebagian nasyid-nasyid yang selamat maknanya (dari khurafat dan syirkiah) dengan maksud menyelisihi gina orang-orang sufiah seperti Qasidah Al-Busiriyyah dan selainnya. Dan yang demikian di rekam dalam kaset, dan tidak lama kemudian sampai diiringi dengan gendang pada duf. Kemudian awalnya digunakan pada acara walimatul ursy dengan alasan bahwa (duf) boleh pada acara walimah. Kemudian kaset menyebar dan direkam dan menyebarlah penggunaannya di kebanyakan rumah-rumah dan mulailah mereka mendengarkan nasyid-nasyid ini siang dan malam apakah pada peringatan-peringatan (hari-hari tertentu seperti hari ‘Id atau walimah -pent) atau selainnya dan jadilah yang demikian sebagai hiburan dan adat kebiasaan mereka, dan apa-apa selain itu yang merupakan penguasaan hawa nafsu dan kejahilan dengan tipu daya syaithan maka syaithan memalingkan mereka dari memperhatikan dan mendengarkan bacaan Al-Qur’an apalagi mempelajarinya, dan Al-Qur’an menjadilah suatu yang tidak di acuhkan bagi mereka sebagaimana dijelaskan oleh ayat yang lalu (di atas).
Ibnu Kastir berkata dalam tafsirnya : “Allah telah berkata dalam rangka mengabarkan tentang Rasul dan NabiNya Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam bahwasanya beliau berkata : “Ya; Rabbku sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ini sebagai suatu yang telah diacukan”. (QS. Al-Furqan : 30).
Yang demikian karena orang-orang musyrikin dahulu tidak mau mendengar Al-Qur’an dan tidak mau memperhatikannya, sebagaimana firman Allah, “Dan orang-orang kafir berkata janganlah kamu mendengarkan dengan sungguh-sungguh akan Al-Qur’an ini dan buatlah hiruk pikuk terhadapnya”. (QS. Al-Fushilat : 26).
Maka mereka (orang kafir) jika dibacakan Al-Qur’an pada mereka, mereka memperbanyak hiruk pikuk dan pembicaran yang lain supaya mereka tidak mendengarkan (Al-Qur’an). Maka itulah hijrahnya (tidak acuannya) terhadap Al-Qur’an dan tidak mau beriman dengannya.
(Dan diantara perbuatan / sifat yang termasuk sifat menghijrai / tidak acuh terhadap Al-Qur’an adalah sebagai berikut –pent.) :
•    Tidak membenarkannya.
•    Tidak mentadabburi dan tidak memahaminya / tidak mau memahaminya.
•    Meninggalkan beramal / tidak mengamalkannya.
•    Tidak mentaati perintahnya dan tidak menjauhi larangannya.
•    Berpaling darinya (Al-Qur’an) kepada selainnya seperti syi’r atau ucapan, lagu, permainan, atau cara-cara, jalan-jalan yang diambil dari selain Al-Qur`an, ini adalah termasuk menghijrai (tidak acuh pada Al-Qur`an -pent.)
Maka kita meminta pada Allah Yang Mulia Sang Pemberi Karunia dan Yang Maha Berkuasa atas apa-apa yang dikehendakiNya supaya melepaskan kita dari apa-apa yang dimurkaiNya dan supaya menggunakan kita pada apa-apa yang diridhoinya, seperti menghafal kitabNya dan memahaminya serta mengamalkan segala konsekwesi (keharusannya) sepanjang malam dan siang, sesuai dengan apa yang dicintaiNya dan diridhoiNya sesungguhnya Dialah yang Maha Mulia dan Maha Pemberi”. (Tafsir Ibnu Kastir 3/217).
___________
FATWA ASY-SYAIKH ‘ABDUL ‘AZIZ ALU SYEIKH HAFIZHOHULLAH
Apa hukum mendengarkan kaset-kaset nasyid Islamiyah ?
Beliau menjawab –hafizhohullah- :
“Sesungguhnya apa yang dinamakan dengan nasyid-nasyid Islamiyah yang kami telah dengar sebagian, sungguh disayangkan sekali kami mendapatkan nasyid-nasyid tersebut dengan nada-nada musik yang dipilih padanya suara yang paling halus, lembut dan yang paling bagusnya, yang menyentuh hati, maka disenandungkan nasyid-nasyid tersebut seolah-olah dia adalah musik. Bahkan sebagian suara-suaranya (yang menyenandungkan nasyid) melebihi suara-suara musik dan nada-nada musik, karena suara-suara tersebut dipilih dan dengan jenis yang khusus.
Dan ditutup, dihiasi dengan pakaian Islam sedang agama Islam berlepas diri dari perkara-perkara ini (nasyid-nasyd ini –pent.) Agama Islam terkandung didalamnya suatu kekuatan dan kemuliaan (bukan perkara-perkara yang bid’ah dan rendah ini –pent.)
Dan mereka disebutkan dengan nasyid-nasyid tersebut dari firman Allah / Kalamullah dan nasyid-nasyid tersebut menghalangii dari membaca Al-Qur`an dan mereka bergantung dengan nasyid-nasyid tersebut dan yang paling menyedihkan lagi adalah bahwasanya nasyid-nasyid tersebut dengan gendang-gendang dan duf atau rebana dengan nada-nada yang mereka namakan dengan Islamiyah dan ini tidak diragukan lagi tentang kesalahannya (atau kita tidak perlu ragu bahwasanya itu salah –pent.)
Saya berharap kepada saudara-saudara kami (semuanya) supaya menjauhinya (nasyid-nasyid tersebut). (Majallah Al-Buhuts Al-Islamiyah no. 66 hal. 86-87)
________________
FATWA ASY-SYAIKH MUHAMMAD BIN SHALEH AL-’UTSAIMIN
1.    Ditanyakan kepada beliau :
Apa hukumnya mendengarkan Nasyid-nasyid ?
Apakah boleh bagi seorang dai’yah mendengarkan nasyid-nasyid Islamiah ?

Jawab : Nasyid-nasyid islamiah dulu saya pernah mendengarnya dan tidak ada padanya yang buat lari. Dan akhir-akhir ini saya mendengarkannya dan saya dapatkan nasyid-nasyid tersebut dilagukan dan bermusik seperti nyanyian-nyanyian yang diiringi dengan musik dan kalau seperti ini maka saya berpendapat / melihat bahwa tidak boleh mendengarkannya.
Adapun jika nasyid-nasyid tersebut bisa saja tanpa dinyanyikan dan disenandungkan maka mendengarkannya tidak apa-apa akan tetapi dengan syarat seorang tidak menjadikan nasyid-nasyid ini sebagai suatu kebiasaan yang selalu dia mendengarkannya dan syarat lain, dia tidak menjadikan hatinya tidak mendapatkan manfaat kecuali dengan mendengarkan nasyid-nasyid tersebut, dan tidak merasa dapat nasehat dan mauidzah kecuali dengannya.
•    Karena apabila di jadikan sebagai suatu kebiasaan maka dia akan meninggalkan yang lebih penting.
•    Dan apabila dia menganggap bahwa di tidak dapati nasehat atau tidak menerima nasehat kecuali dengannya maka dia akan berpaling dari nasehat yang paling agung dan bermanfaat yakni apa-apa yang ada dalam kitabullah Al-Qur’anal Karim dan sunnah atau hadits-hadits Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam. Maka apabila dia kadang atau sekali-sekali mendengarkannya atau dia lagi mengendarai mobil dan (ingin mendengarkannya) dan ingin supaya (agak santai) dalam perjalanan maka tidak apa.
2.    Di tanyakan juga pada Syaikh Shaleh Al-Utsaimin semoga Allah menjaga beliau :
•    Assalamu ‘alaikum warahmatullah.
•    Apakah boleh bagi laki-laki bernasyid Islami.?
•    Apakah boleh bernasyid dengan diiringi dengan memukul duf ?.
•    Apakah boleh bernasyid di selain hari raya dan pesta-pesta ?
Beliau menjawab :
Bismillahirrahmanirrahim,  wa’alikumussalam.
Bernasyid islami / nasyid-nasyid islami adalah nasyid yang diada-adakan (bid’ah) yang diada-adakan oleh orang-orang sufi oleh karena itu harus berpaling dari nasyid-nasyid ini ke nasehat-nasehat Al-Qur’an dan sunnah, kecuali di medan-medan perang untuk memberi semangat menyerang dan jihad fi sabilillahi Ta’ala maka ini baik dan jika diiringi dengan duf maka ini jauh dari kebenaran.
(Fatwa Aqidah hal 651 no 369. cetakan maktabah As-Sunnah)
___________
FATWA ASY-SYAIKH SHALEH BIN FAUZAN AL-FAUZAN.
Di tanyakan kepada beliau (Syeikh) Shaleh Al-Fauzan pertanyaan berikut :
Telah benyak pembicaraan tentang nasyid-nasyid Islamiah dan ada yang berfatwa tentang bolehnya dan ada yang mengatakan bahwa nasyid-nasyid Islamiah sebagai ganti kaset-kaset lagu nyanyian maka bagaimana pendapat Syeikh (dalam hal ini -pent) ?.
Maka beliau (semoga Allah Ta’ala menjaganya) menjawab :
Penamaan ini (nasyid Islamiah) adalah penamaan yang tidak benar, dia adalah penamaan yang baru (diada-adakan) maka tidak ada yang dinamakan dengan nasyid-nasyid Islamiah dalam kitab-kitab Salaf dan kitab ulama yang dianggap ucapannya dan ahlul ‘ilmi dan yang ma’ruf adalah : bahwa orang-orang sufilah yang menjadikan nasyid-nasyid sebagai agama bagi mereka, yang mereka namakan dengan nama : “As-Sama’” (السماع) dan masa kita sekarang ini ketika banyak hizib-hizib (kelompok-kelompok dan jama’ah-jama’ah). Maka bagi setiap hizib (golongan) dan jamaah dan nasyid-nasyid hamasiah (pembangkit semangat) mereka namakan nasyid-nasyid tersebut dengan nasyid-nasyid Islamiah. Penamaan ini tidak ada (dasar) kebenarannya, karena tak adanya dasar kebenarannya maka tidak boleh menggunakan nasyid-nasyid ini dan tidak boleh menyebarkan di kalangan umat (manusia) semoga Allah memberikan taufiqNya.
Majallah Da’wa    no : 1632.
Bulan Dzulqa’dah tahun : 1418 H.
atau 5 Maret 1998.
SUMBER :  http://al-atsariyyah.com/?p=304