Hadits Shahih – Syarah Al Mandzhumah Al Baiquniyyah

At Ta’liqat Al Atsariyyah ‘ala Al Mandzhumah Al Baiquniyyah adalah salah satu kitab penjelasan (syarah) dari kitab Al Mandzhumah Al Baiquniyyah yang dikarang oleh ulama terkemuka masa kini,
Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid Al Halaby. Insya Allah kami akan menerjemahkan kitab ini per pembahasan sampai selesai. Sebaiknya  antum membaca dulu terjemah kitab Al Mandzhumah Al Baiquniyyah.  Semoga Allah memuliakan ummat islam dengan ilmu..

منظومة البيقونية

أَبْـدَأُ بِالحَمْـدِ مُـصَلِّياً علـى * مُحَمَّــدٍ خَيْرِ نَبيِّ أُرْسِـلا

Aku mulai dengan memuji Allah dan bershalawat atas Muhammad, nabi terbaik yang diutus

وَذي مـنْ أقسـامِ الحَديثِ عِدَّهْ * وَكُـلُّ وَاحِـدٍ أَتَى وَحَـدَّهْ

Inilah beberapa pembagian hadits.. Setiap bagian akan datang penjelasannya
Hadits : Perkataan, Perbuatan, persetujuan atau sifat yang datang dari Nabi  [1]
Makna وَحَـدَّهْ [2]: Dengan huruf da yang bertasydid, dari kata  الحَدّ yang bermakna pengertian, penjelasan[3].

أَوَّلُهَا الصَّحِيحُ وَهُـوَ مَا اتَّصَـلّْ* إسْنَادُهُ وَلَمْ يَشُذَّ أَوْ يُعَـلّْ

Pertama hadits shahih yaitu yang bersambung sanad nya, tidak mengandung syadz dan ‘illat

يَرْويهِ عَدْلٌ ضَـابِطٌ عَنْ مِثْلِـهِ  * مُعْتَمَـدٌ فِي ضَبْطِهِ وَنَقْلِـهِ

Perawi nya ‘adil dan dhabith yang meriwayatkan dari yang semisalnya (‘adil dan dhabith juga) yang dapat dipercaya ke-dhabith-an dan riwayat nya
Hadits Shahih[4]: Hadits yang bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabith dari yang semisalnya (sama-sama ‘adil dan dhabith juga) sampai ke ujung mata rantai sanad tanpa adanya syadz dan ‘illat.
Contohnya perkataan Imam Bukhari dalam kitab  Shahih nya:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ فِي الْمَغْرِبِ بِالطُّورِ
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami Malik bin Syihab dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im dari bapaknya, ia berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah  membaca surat At Thur pada shalat Maghrib”. [5]
Hadits ini adalah hadits shahih karena telah memenuhi semua syarat hadits shahih pada isnad nya; perawi nya tsiqah (terpercaya), Al Ittishal (sanadnya bersambung), dan tidak syadz tidak pula mengandung ‘illat.
Al Ittishal : Setiap perawi mendengar riwayat dari perawi yang ada di atas nya
Al Isnad : mata rantai para perawi yang bersambung sampai nash hadits. Terkadang yang dimaksud dengan Al Isnad adalah menyandarkan hadits kepada orang yang menyampaikannya. Terkadang Al Isnad itu disebut dengan  القَرَائِنُ (keterkaitan)[6] atau السَنَدُ (sanad).  Setiap kata-kata tersebut memiliki makna yang sama jika dimutlakkan kecuali adanya isyarat yang menunjukkan maksud yang berbeda.
Syadz (ganjil) : Riwayat perawi yang maqbul (diterima periwayatan nya) menyelisihi riwayat yang lebih utama dari nya, baik dari segi jumlah atau dari segi ke-tsiqah-annya.
‘Illat (cacat) : Sebab yang merusak ke-shahih-an hadits yang secara lahir nampak shahih dan tanpa cacat. Cacat ini tidak dapat diketahui kecuali oleh orang yang mendalami ilmu yang mulia ini.
‘Adil[7]: Perawi yang memiliki sifat taqwa, menjauhi hal-hal yang tidak baik (dosa dan maksiat) dan menjauhi hal-hal yang mengurangi muru’ah (kehormatan diri) di mata manusia.
Dhabith : Hafalan nya kuat, memiliki pemahaman yang jeli, sangat baik dalam memahami berbagai permasalahan, memiliki ketetapan hafalan, dan mampu menjaga apa yang ia tulis semenjak ia menerima dan mendengar hadits tersebut sampai saat ia menyampaikan dan membawakan hadits tersebut.
Dhabith itu ada 2 macam:
  1. Dhabith Shadr (hafal dalam hati): Kemampuan seorang rawi untuk menghafal apa yang telah didengar dengan sangat baik sehingga memungkinkan baginya untuk menyebutkan hadis itu kapanpun dikehendaki.
  2. Dhabit Kitab (hafal dengan bantuan kitab): Perawi yang menulis hadits pada suatu kitab sejak ia mendengar nya dan mengecek kebenaran hadits tersebut dengan guru nya, dan ia memelihara kitab tersebut dari orang-orang yang ingin merubah atau mengganti kitab tersebut[8].

[1] Lihat Tadriburrawi (I/62) oleh Al Hafidzh As Suyuthi, Al Ba’its Al Hatsis (hal.20) oleh Ahmad Syakir, dan Qowa’idut Tahdits (hal. 61) oleh Al Qasimiy [2] Pada beberapa naskah, وَعَدَّه
[3] Al Mu’jam Al Wasith (I / 160)
[4] Lihat “At Tadrib” (I/62), “Al Ba’its” (hal. 21) dan Qowa’idut Tahdits (hal. 79)
[5] (No. 4854)
[6] Lihat Tadriburrawi (I/41-42)
[7] Lihat Muqaddimah ibnu Shalah (hal. 94), Al Mukhtashar fi ‘ilmi Rijalil Atsar (hal. 43) oleh Abdulwahhab Abdullathif.
[8] Lihat Muqaddimah ibnu Shalah (hal. 94) dan Tadribur Rawi (I/301)